25 April 2007

Kisah Yang Menyentuh

Inikah nasib? Terlahir sebagai menantu bukan pilihan. Tapi aku dan Kania harus tetap menikah. Itu sebabnya kami ada di Kantor Catatan Sipil. Wali kami pun wali hakim. Dalam tiga puluh menit, prosesi pernikahan kami selesai. Tanpa sungkem dan tabur melati atau hidangan istimewa dan salam sejahtera dari kerabat.

Tapi aku masih sangat bersyukur karena Lukman dan Naila mau hadir menjadi saksi. Umurku sudah menginjak seperempat abad dan Kania di bawahku. Cita-cita kami
sederhana, ingin hidup bahagia. Itu 25 tahun yang lalu.

22 tahun yang lalu,

Pekerjaanku tidak begitu elite, tapi cukup untuk biaya makan keluargaku. Ya, keluargaku. Karena sekarang aku sudah punya momongan. Seorang putri, kunamai ia
Kamila. Aku berharap ia bisa menjadi perempuan sempurna, maksudku kaya akan budi baik hingga dia tampak sempurna. Kulitnya masih merah, mungkin karena ia baru berumur seminggu. Sayang, dia tak dijenguk kakek-neneknya dan aku merasa prihatin. Aku harus bisa terima nasib kembali, orangtuaku dan orangtua Kania tak mau menerima kami. Ya sudahlah. Aku tak berhak untuk memaksa dan aku tidak membenci mereka. Aku hanya
yakin, suatu saat nanti, mereka pasti akan berubah.

19 tahun yang lalu,

Kamilaku gesit dan lincah. Dia sekarang sedang senang berlari-lari, melompat-lompat atau meloncat dari meja ke kursi lalu dari kursi ke lantai kemudian berteriak
"Horeee, Iya bisa terbang". Begitulah dia memanggil namanya sendiri, Iya. Kembang senyumnya selalu merekah seperti mawar di pot halaman rumah. Dan Kania tak
jarang berteriak, "Iya sayaaang," jika sudah terdengar suara "Prang". Itu artinya, ada yang pecah, bisa vas bunga, gelas, piring, atau meja kaca. Terakhir cermin
rias ibunya yang pecah. Waktu dia melompat dari tempat tidur ke lantai, boneka kayu yang dipegangnya terpental. Dan dia cuma bilang "Kenapa semua kaca di rumah ini selalu pecah, Ma?"

18 tahun yang lalu,

Hari ini Kamila ulang tahun. Aku sengaja pulang lebih awal dari pekerjaanku agar bisa membeli hadiah dulu. Kemarin lalu dia merengek minta dibelikan bola. Kania
tak membelikannya karena tak mau anaknya jadi tomboy apalagi jadi pemain bola seperti yang sering diucapkannya.
"Nanti kalau sudah besar, Iya mau jadi pemain bola!"
tapi aku tidak suka dia menangis terus minta bola, makanya kubelikan ia sebuah bola. Paling tidak aku bisa punya lawan main setiap sabtu sore. Dan seperti yang sudah kuduga, dia bersorak kegirangan waktu kutunjukkan bola itu. "Horee, Iya jadi pemain bola."

17 Tahun yang lalu

Iya, Iya. Bapak kan sudah bilang jangan main bola di jalan. Mainnya di rumah aja. Coba kalau ia nurut, Bapak kan tidak akan seperti ini. Aku tidak tahu bagaimana Kania bisa tidak tahu Iya menyembunyikan bola di tas sekolahnya. Yang aku tahu, hari itu hari Sabtu dan aku akan menjemputnyanya dari sekolah. Kulihat anakku sedang asyik menendang bola sepanjang jalan pulang dari sekolah dan ia semakin ketengah
jalan. Aku berlari menghampirinya, rasa khawatirku mengalahkan kehati-hatianku dan "Iyaaaa..." Sebuah truk pasir telak menghantam tubuhku, lindasan ban besarnya berhenti di atas dua kakiku. Waktu aku sadar, dua kakiku sudah diamputasi. Ya Tuhan, bagaimana ini. Bayang-bayang kelam menyelimuti pikiranku, tanpa kaki, bagaimana aku bekerja sementara pekerjaanku mengantar barang dari perusahaan ke rumah konsumen. Kulihat Kania menangis sedih, bibir cuma berkata "Coba kalau kamu tak belikan ia bola!"

15 tahun yang lalu,

Perekonomianku morat marit setelah kecelakaan. Uang pesangon habis untuk ke rumah sakit dan uang tabungan menguap jadi asap dapur. Kania mulai banyak mengeluh
dan Iya mulai banyak dibentak. Aku hanya bisa membelainya. Dan bilang kalau Mamanya sedang sakit kepala makanya cepat marah. Perabotan rumah yang bisa dijual sudah habis. Dan aku tak bisa berkata apa-apa waktu Kania hendak mencari ke luar negeri. Dia ingin penghasilan yang lebih besar untuk mencukupi kebutuhan Kamila. Diizinkan atau tidak diizinkan dia akan tetap pergi. Begitu katanya. Dan akhirnya dia memang pergi ke Malaysia.

13 tahun yang lalu,

Setahun sejak kepergian Kania, keuangan rumahku sedikit membaik tapi itu hanya setahun. Setelah itu tak terdengar kabar lagi. Aku harus mempersiapkan uang
untuk Kamila masuk SMP. Anakku memang pintar dia loncat satu tahun di SD-nya. Dengan segala keprihatinan kupaksakan agar Kamila bisa melanjutkan sekolah. Aku bekerja serabutan, mengerjakan pekerjaan yang bisa kukerjakan dengan dua tanganku. Aku miris,
menghadapi kenyataan. Menyaksikan anakku yang tumbuh remaja dan aku tahu dia ingin menikmati dunianya. Tapi keadaanku mengurungnya dalam segala kekurangan. Tapi
aku harus kuat. Aku harus tabah untuk mengajari Kamila hidup tegar.

10 tahun yang lalu,

Aku sedih, semua tetangga sering mengejek kecacatanku. Dan Kamila hanya sanggup berlari ke dalam rumah lalu sembunyi di dalam kamar. Dia sering jadi bulan-bulanan
hinaan teman sebayanya. Anakku cantik, seperti ibunya. "Biar cantik kalo kere ya ke laut aje." Mungkin itu kata-kata yang sering kudengar. Tapi anakku memang sabar dia tidak marah walau tak urung menangis juga.

"Sabar ya, Nak!" hiburku.
"Pak, Iya pake jilbab aja ya, biar tidak diganggu!"

pintanya padaku. Dan aku menangis. Anakku maafkan bapakmu, hanya itu suara yang sanggup kupendam dalam hatiku. Sejak hari itu, anakku tak pernah lepas dari kerudungnya. Dan aku bahagia. Anakku, ternyata kamu sudah semakin dewasa. Dia selalu tersenyum padaku. Dia tidak pernah menunjukkan kekecewaannya padaku karena sekolahnya hanya terlambat di bangku SMP.

7 tahun yang lalu,

Aku merenung seharian. Ingatanku tentang Kania, istriku, kembali menemui pikiranku. Sudah bertahun-tahun tak kudengar kabarnya. Aku tak mungkin bohong pada diriku sendiri, jika aku masih menyimpan rindu untuknya. Dan itu pula yang membuat aku takut. Semalam Kamila bilang dia ingin menjadi TKI ke Malaysia. Sulit baginya mencari pekerjaan di sini yang cuma lulusan SMP. Haruskah aku melepasnya karena alasan ekonomi. Dia bilang aku sudah tua, tenagaku mulai habis dan dia ingin agar aku beristirahat. Dia berjanji akan rajin mengirimi aku uang dan menabung untuk modal. Setelah itu dia akan pulang, menemaniku kembali dan membuka usaha kecil-kecilan. Seperti waktu lalu, kali ini pun aku tak kuasa untuk menghalanginya. Aku hanya berdoa agar Kamilaku baik-baik saja.

4 tahun lalu,

Kamila tak pernah telat mengirimi aku uang. Hampir tiga tahun dia di sana. Dia bekerja sebagai seorang pelayan di rumah seorang nyonya. Tapi Kamila tidak suka dengan laki-laki yang disebutnya datuk. Matanya tak pernah siratkan sinar baik. Dia juga dikenal suka perempuan. Dan nyonya itu adalah istri mudanya yang keempat. Dia bilang dia sudah ingin pulang. Karena akhir-akhir ini dia sering diganggu.

Lebaran tahun ini dia akan berhenti bekerja. Itu yang kubaca dari suratnya. Aku senang mengetahui itu dan selalu menunggu hingga masa itu tiba. Kamila bilang,
aku jangan pernah lupa salat dan kalau kondisiku sedang baik usahakan untuk salat tahajjud. Tak perlu memaksakan untuk puasa sunnah yang pasti setiap bulan Ramadhan aku harus berusaha sebisa mungkin untuk kuat hingga beduk manghrib berbunyi. Kini anakku lebih pandai menasihati daripada aku. Dan aku bangga.

3 tahun 6 bulan yang lalu,

Inikah badai? Aku mendapat surat dari kepolisian pemerintahan Malaysia, kabarnya anakku ditahan. Dan dia diancam hukuman mati, karena dia terbukti membunuh suami majikannya. Sesak dadaku mendapat kabar ini. Aku menangis, aku tak percaya. Kamilaku yang lemah lembut tak mungkin membunuh. Lagipula kenapa dia harus membunuh. Aku meminta bantuan hukum dari Indonesia untuk menyelamatkan anakku dari maut. Hampir setahun aku gelisah menunggu kasus anakku selesai. Tenaga tuaku terkuras dan airmataku habis. Aku hanya bisa memohon agar anakku tidak dihukum mati andai dia
memang bersalah.

2 tahun 6 bulan yang lalu,

Akhirnya putusan itu jatuh juga, anakku terbukti bersalah. Dan dia harus menjalani hukuman gantung sebagai balasannya. Aku tidak bisa apa-apa selain menangis sejadinya. Andai aku tak izinkan dia pergi apakah nasibnya tak akan seburuk ini? Andai aku tak
belikan ia bola apakah keadaanku pasti lebih baik? Aku kini benar-benar sendiri. Wahai Allah kuatkan aku. Atas permintaan anakku aku dijemput terbang ke Malaysia. Anakku ingin aku ada di sisinya di saat terakhirnya. Lihatlah, dia kurus sekali. Dua matanya sembab dan bengkak. Ingin rasanya aku berlari tapi apa daya kakiku tak ada. Aku masuk ke dalam ruangan pertemuan itu, dia berhambur ke arahku, memelukku
erat, seakan tak ingin melepaskan aku.

"Bapak, Iya Takut!" aku memeluknya lebih erat lagi.
Andai bisa ditukar, aku ingin menggantikannya.

"Kenapa, Ya, kenapa kamu membunuhnya sayang?"

"Lelaki tua itu ingin Iya tidur dengannya, Pak. Iya tidak mau. Iya dipukulnya. Iya takut, Iya dorong dan dia jatuh dari jendela kamar. Dan dia mati. Iya tidak
salah kan, Pak!"

Aku perih mendengar itu. Aku iba dengan nasib anakku. Masa mudanya hilang begitu saja. Tapi aku bisa apa, istri keempat lelaki tua itu menuntut agar anakku
dihukum mati. Dia kaya dan lelaki itu juga orang terhormat. Aku sudah berusaha untuk memohon keringanan bagi anakku, tapi menemuiku pun ia tidak mau. Sia-sia
aku tinggal di Malaysia selama enam bulan untuk memohon hukuman pada wanita itu.

2 tahun yang lalu,

Hari ini, anakku akan dihukum gantung. Dan wanita itu akan hadir melihatnya. Aku mendengar dari petugas jika dia sudah datang dan ada di belakangku. Tapi aku tak
ingin melihatnya. Aku melihat isyarat tangan dari hakim di sana. Petugas itu membuka papan yang diinjak anakku. Dan 'blass" Kamilaku kini tergantung. Aku tak
bisa lagi menangis. Setelah yakin sudah mati, jenazah anakku diturunkan mereka, aku mendengar langkah kaki menuju jenazah anakku. Dia menyibak kain penutupnya
dan tersenyum sinis. Aku mendongakkan kepalaku, dan dengan mataku yang samar oleh air mata aku melihat garis wajah yang kukenal.

"Kania?"
"Mas Har, kau . !"
"Kau ... kau bunuh anakmu sendiri, Kania!"
"Iya? Dia..dia . Iya?" serunya getir menunjuk jenazah
anakku.

"Ya, dia Iya kita. Iya yang ingin jadi pemain bola
jika sudah besar."

"Tidak ... tidaaak ... " Kania berlari ke arah jenazah anakku. Diguncang tubuh kaku itu sambil menjerit histeris. Seorang petugas menghampiri Kania dan memberikan secarik kertas yang tergenggam di tangannya waktu dia diturunkan dari tiang gantungan. Bunyinya "Terima kasih Mama." Aku baru sadar, kalau dari dulu
Kamila sudah tahu wanita itu ibunya.

Setahun lalu,

Sejak saat itu istriku gila. Tapi apakah dia masih istriku. Yang aku tahu, aku belum pernah menceraikannya. Terakhir kudengar kabarnya dia mati bunuh diri. Dia ingin dikuburkan di samping kuburan anakku, Kamila. Kata pembantu yang mengantarkan
jenazahnya padaku, dia sering berteriak, "Iya sayaaang, apalagi yang pecah, Nak." Kamu tahu Kania, kali ini yang pecah adalah hatiku. Mungkin orang tua kita memang benar, tak seharusnya kita menikah. Agar tak ada kesengsaraan untuk Kamila anak kita. Benarkah begitu Iya sayang?



true story/CN02
agar kita bisa lebih menghargai hidup dan kehidupan
(hasil napak tilas email-ku tersayang.. huk huk)

24 April 2007

No Need to Argue...

There’s no need to argue anymore
I gave all I could
But it left me so sore
And the thing that makes me mad
Is the one thing that I had

I knew, I knew, I’d lose you
You’ll always be special to me

And I remember all the
Things we once shared
Watching tv movies on
The living room armchair

But they say it will work out fine
Was it all a waste of time
Cause I knew, I knew, I’d lose you

You’ll always be special to me

Will I forget in time
You said I was on your mind
There’s no need to argue
No need to argue anymore
There’s no need to argue anymore
Special

.... sedih
ibarat seorang ibu yang didurhakai anaknya.


Sekar Arum Sari

20 April 2007

HILANGNYA SAHABAT

harus bagaimana
tlah kucari
kata yang salah
tak kutemui

harus bagaimana
tak ada lagi kata
Yang terucap
lidah kelu

harus bangaimana
persahabatan semu
sebatas lidah
hati beku

harus bagaimana
kugapai talinya
tlah putus
tak terjurai

harus bagaimana
semakin jauh
jauh dan jauh
jauuuhhhhh

buat sahabatku puput
(Brabangkara 20/04/2007



Sekar Arum Sari

16 April 2007

Sebuah Perjalanan...

.....12 agustus 1942....

disaat seperti ini aku tidak tau apa lagi yang terjadi esok
saat semua terjadi dalam kemenangan atau keabadian
kata kataku terpijak dalam rindu ku disana
berharap dapat memeluk mu ...

(suara peluru yang di muntahkan dan bom yang berdentum keras memaksa setiap jengkal tanah untuk bersikap menerima kekuatan penghancurnya ,..seorang pejuang memejamkan mata sebentar berusaha menguasai diri nya saat semua situasi yang ada di sekeliling nya berubah menjadi kepingan kepingan )

terlintas semua raut wajah yang kukasihi
menemukan pandangan berpapasan dengan jawaban mungkin tidak akan dapat menemukan mu

....12 mei 1942...

sudah pernah kubisikan
aku akan kembali atau terbaring dengan senyum melihat bayangan wajah mu
lalu semua datang seperti kabut senja
dan kita tidak pernah bisa memaksa penantian
untuk berjanji mengakhiri masa nya

tidak dapat kau sembunyikan butiran butiran air mata
lalu aku memeluk mu dan berkata
"sabarlah sabarlah .."
"kita akan bertemu saat jalan kita masih sama "
"dan biarkan bumi Al aqsha menerima kehadiran ku disana"

....malam hari ..13 agustus 1942 ....

(saat malam hari tiba ... wanita itu duduk bersimpuh mencoba menenangkan hati dan menemukan dalam mimpi senyuman sang pejuang)

lalu keluar kata kata nya mendahului lelehan air mata

duhai kekasih ..aku melihat senyum mu dan lambaian tangan dari jauh
lalu aku berlari menghampiri ingin segera menyentuh kaki mu dan merebahkan segala rindu yang telah memuncak
di dekapan mu kau bisikan ..temui aku.. temui aku di telaga para syahid ..

(lalu terbangun dalam munajat semalaman)

kekasih ...selalu kau katakan dunia adalah ujian dan akhirat adalah yang kekal ..


(inspirasi dari sapulete pejuang muslim indonesia di palestine )

Sekar Arum Sari

11 April 2007

" ha..ha..hi..hi..ha..ha..hi..hi..! "

Dikelas 0 kecil Sekolah Taman Kanak Kanak, sebut saja " TK Anak Lincah " . Pada menit menit akhir jam sekolah seorang guru bertanya kepada muridnya .
"hayoooo angkat tangan, siapa yg mau masuk syurga? " tanya guru Ijah sambil tersenyum.
" Saya bu guruuuu..! " jawab murid serempak sambil mengangkat tangan, kecuali Joko,Tini dan Anto.
" Joko, kenapa kmu tidak mengangkat tangan?" tanya bu guru heran.
" Saya ga mau masuk syurga, saya mau masuk tentara bu guru." jawab Joko sambil mengangkat pistol mainannya.
" Tini, kenapa kamu tidak mengangkat tangan ?" tanya bu guru penuh selidik.
" kata papah mamah kalo pulang sekolah ga boleh kemana mana, harus langsung pulang kerumah." jawab Tini sambil mempermainkan pita rambutnya yang panjang.
" Anto, kenapa kmu tidak mengangkat tangan ?" tanya bu guru sambil menatap Anto.
" belum bilang sama mamah " jawab anto sambil melempar kapal terbang mainan dari kertas.
Bu guru bingung sambil garuk garuk kepala, padahal kepalanya ga gatel, sedetik kemudian lonceng sekolah berbunyi.

(brabangkara 10/04/07)

Ngelmu iku kalakone kanthi laku...

05 April 2007

Dreaming my Dreams...

All the things you said to me today
Changed my perspective in every way
Then things come to mean
So much to me

Into my faith you
And your baby
It’s out there
If you want me
I’ll be here
It’s out there

I’ll be dreaming my dreams with you
And there’s no other place
That I’d lay down my face
I’ll be dreaming my dreams with you

It’s out there
If you want me, I’ll be here
I’ll be dreaming my dreams with you
And there’s no other place that I’d lay down my face
I’ll be dreaming my dreams with you

The hottest songs from Cranberries

Sekar Arum Sari

Dibalik Kehidupan insan bernama: “Muhammad”

1. Kalau ada pakaian yang koyak,
Rasulullah menambalnya sendiri tanpa perlu menyuruh isterinya.
Beliau juga memerah susu kambing untuk keperluan keluarga maupun untuk dijual. Setiap kali pulang ke rumah, bila dilihat tiada makanan yang sudah siap di masak untuk dimakan, sambil tersenyum baginda menyingsing lengan bajunya untuk membantu isterinya di dapur.

2. Sayidatina 'Aisyah menceritakan:
”Kalau Nabi berada di rumah, beliau selalu membantu urusan rumahtangga. Jika mendengar azan, beliau cepat-cepat berangkat ke masjid, dan cepat-cepat pulang kembali sesudah selesai sembahyang."

3. Pernah baginda pulang pada waktu pagi. Tentulah baginda amat lapar waktu itu. Tetapi dilihatnya tiada apa pun yang ada untuk sarapan. Yang mentah pun tidak ada karena Sayidatina 'Aisyah belum ke pasar. Maka Nabi bertanya, "Belum ada sarapan ya Khumaira?" (Khumaira adalah panggilan mesra untuk Sayidatina 'Aisyah yang berarti 'Wahai yang kemerah-merahan') Aisyah menjawab dengan agak serba salah, "Belum ada apa-apa wahai Rasulullah." Rasulullah lantas berkata, ”Kalau begitu aku puasa saja hari ini."
tanpa sedikit tergambar rasa kesal di wajahnya.

4. Pernah baginda bersabda,
"sebaik-baik lelaki adalah yang paling baik dan lemah lembut terhadap isterinya." Prihatin, sabar dan tawadhuknya baginda sebagai kepala keluarga


5. Pada suatu ketika baginda menjadi imam solat. Dilihat oleh para sahabat, pergerakan baginda antara satu rukun ke satu rukun yang lain amat sukar sekali. Dan mereka mendengar bunyi menggerutup seolah-olah sendi-sendi pada tubuh baginda yang mulia itu bergeser antara satu sama lain. Sayidina Umar yang tidak tahan melihat keadaan baginda itu langsung bertanya setelah selesai bersembahyang : "Ya Rasulullah, kami melihat seolah-olah tuan menanggung penderitaan yang amat berat, tuan sakitkah ya Rasulullah?"
"Tidak, ya Umar. Alhamdulillah, aku sehat dan segar"
"Ya Rasulullah... mengapa setiap kali tuan menggerakkan tubuh, kami mendengar seolah-olah sendi bergesekan di tubuh tuan? Kami yakin engkau sedang sakit..." desak Umar penuh cemas.

6. Akhirnya Rasulullah mengangkat jubahnya.
Para sahabat amat terkejut. Perut baginda yang kempis, kelihatan dililiti sehelai kain yang berisi batu kerikil, buat menahan rasa lapar. Batu-batu kecil itulah yang menimbulkan bunyi-bunyi halus setiap kali bergeraknya tubuh baginda.

"Ya Rasulullah! Adakah bila tuan menyatakan lapar dan tidak punya makanan, kami tidak akan mendapatkannya buat tuan?"

Lalu baginda menjawab dengan lembut,
”Tidak para sahabatku. Aku tahu, apa pun akan engkau korbankan demi Rasulmu. Tetapi apakah akan aku jawab di hadapan ALLAH nanti, apabila aku sebagai pemimpin, menjadi beban kepada umatnya?" "Biarlah kelaparan ini sebagai hadiah ALLAH buatku, agar umatku kelak tidak ada yang kelaparan di dunia ini lebih-lebih lagi tiada yang kelaparan di Akhirat kelak."

7. Baginda pernah tanpa rasa canggung sedikitpun makan di sebelah seorang tua yang penuh kudis, miskin dan kotor. Hanya diam dan bersabar bila kain rida'nya direntap dengan kasar oleh seorang Arab Badwi hingga berbekas merah di lehernya.

Dan dengan penuh rasa kehambaan baginda membasuh tempat yang dikencingi si Badwi di dalam masjid sebelum menegur dengan lembut perbuatan itu.

8. Kecintaannya yang tinggi terhadap ALLAH swt dan rasa kehambaan dalam diri Rasulullah saw menolak sama sekali rasa ketuanan. Seolah-olah anugerah kemuliaan dari ALLAH tidak dijadikan sebab untuk merasa lebih dari yang lain, ketika di depan umum maupun dalam keseorangan.

Ketika pintu Syurga telah terbuka, seluas-luasnya untuk baginda, baginda masih berdiri di waktu-waktu sepi malam hari, terus-menerus beribadah, hingga pernah baginda terjatuh, lantaran kakinya sudah bengkak-bengkak. Fisiknya sudah tidak mampu menanggung kemahuan jiwanya yang tinggi


9. Bila ditanya oleh Sayidatina 'Aisyah, "Ya Rasulullah, bukankah engkau telah dijamin Syurga? Mengapa engkau masih bersusah payah begini?" Jawab baginda dengan lunak, "Ya 'Aisyah, bukankah aku ini hanyalah seorang hamba? Sesungguhnya aku ingin menjadi hamba-Nya yang bersyukur."

10. Rasulullah s. a. w. bersabda,
"Sampaikan pesanku walau sepotong ayat"

Dari mailist tetangga
brabangkara 3/04/2007)

Sekar Arum Sari