23 January 2007

Bahasa Batin II

Ini adalah artikel kelanjutan dari Bahasa Batin I yang telah disampaikan terdahulu. Jika anda belum membacanya, silahkan klik link berikut ini ==> Bahasa batin I

Bahasa Batin...adalah Bahasa Paling Murni di Dunia ini.

Cinta, kekaguman, kepasrahan, keikhlasan, kerinduan dan seribu satu macam lainnya adalah sesuatu yang abstrak. Ia tidak bisa dilihat. Ia tidak bisa ditakar. Karena volumenya demikian besar, ia tidak bisa ditampung oleh wadah yang terbuat dari gerabah apapun. Cinta, kekaguman, kepasrahan, keikhlsan, kerinduan, merupakan bahasa kalbu yang letak geografisnya entah dibelahan tubuh bagian mana. Cinta, kekaguman, kepasrahan, keikhlasan, kerinduan, merupakan bahasa murni yang mengisyaratkan selutuh sengatan rasa yang berdomisili di diri kita. Bahasa batin tersebut melibatkan seluruh emosi, angan-angan, daya fikir --dan entah apalagi. Sehingga --wajar saja--, ketika bahasa batin yang sakral berusaha diturunkan derajatnya melalui bahasa lisan, tlisan, dan gerak, maka makna yang ingin disampaikan menjadi kehilangan kapasitasnya.

Sampai di sini, kita bisa membuat suatu perumpamaan. Ibarat sebuah sungai, bahasa batin merupakan behasa murni sebuah mata air pegunungan. Sedangkan, bahasa lisan, bahasa teks, dan bahasa gerak merupakan bahasa -- yang meski dikeluarkan dari mata air yang sama -- sudah hampir berada di muaranya. Kita sudah mengetahui bahwa perbedaan air yang ada di hulu dan muara akan mengakibatkan perbedaan tingkat kesucian. Air yang berada di hulu pastilah memiliki kejernihan. Sedangkan air yang sedang dalam perjalanan menuju muara pasti tercampur kotoran yang menyebabkan tidak higienis lagi.

Dari perumpamaan perjalanan air, kita dapat mengambil pelajaran, bahwa ketika bahasa batin menglair senuju muara, ia akan tercampur oleh ketidaksucian yang dipengaruhi oleh ketidakmampuan mengutarakan karena ter-asah mengolah bahasa tubuh dan emosi ataupun kesempitan perbendaharaan kata yang dimiliki sebuah bahasa bangsa. Inilah ketidaksucian yang dalam titik ekstrim --tragisnya--, dapat menyebabkan bahasa yang seharusnya menyehatkan jiwa, menjadi sesuatu yang menyakitkan, bagi si penerima.

Tapi, apa daya ? Untuk mewakilkan bahasa batin, manusia mutlak memerlukan perantara (tekstual, lisan, dan bahasa tubuh). Tanpanya, bahasa batin seseorang tidak mungkin dipahami oleh orang lain.


Baca selengkapnya...

Sekar Arum Sari

0 comments:

Post a Comment